Label

Kamis, 15 November 2012

Retorika (Aristoteles)


      
     Teori retorika berpusat pada pemikiran mengenai retorika, yang disebut Aristoteles sebagai alat persuasi yang tersedia  Aristoteles mengklasifikasikan retorika sebagai cabang dialektika. Dialektika adalah diskusi antara dua orang, retorika adalah satu orang kepada orang banyak. Dialektika berfungsi untuk mencari kebenaran, retorika berusaha menunjukkan  kebenaran yang telah terungkap.  Dialektika menjawab pertanyaan filosofis umum, retorika menjawab yang lebih spesifik, dan praktis. Dialektika berkaitan dengan kepastian, retorika berujung pada kemungkinan. Aristoteles melihat perbedaan yang terakhir sebagai bagian yang sangat penting, retorika adalah seni menemukan cara untuk membuat kebenaran yang tampaknya lebih mungkin untuk audiens yang tidak sepenuhnya yakin.
Bagi Aristoteles retorika adalah seni persuasi, suatu uraian yang harus singkat, jelas, dan meyakinkan, dengan keindahan bahasa yang disusun untuk hal-hal yang bersifat memperbaiki (corrective), memerintah (instructive), mendorong (suggestive) dan mempertahankan (defensive). Sehingga, dapat diambil kesimpulan bahwa teori retorika adalah teori yang yang memberikan petunjuk untuk menyusun sebuah presentasi atau pidato persuasive yang efektif dengan menggunakan alat-alat persuasi yang tersedia.
Aristoteles menyebut bahwa ada tiga cara untuk mempengaruhi manusia:

Pertama, pembicara harus memiliki etika (ethos) maksudnya ia dapat menunjukkan kepada khalayak bahwa ia memiliki pengetahuan yang luas, kepribadian yang terpercaya, dan status yang terhormat.
Kedua, pembicara harus menyentuh hati khalayak, perasaan, emosi, harapan, kebencian, dan kasih sayang mereka (pathos) yang kemudian oleh para ahli retorika modern disebut sebagai imbauan emosional atau emotional appeals.
Ketiga, pembicara meyakinkan pendengar/khalayak dengan mengajukan bukti atau yang kelihatan sebagai bukti. Disini pendekatan yang dipakai adalah melalui otak dari khalayak (logos).

CANONS RETORIKA
Canons retorika merupakan tuntunan atau prinsip-prinsip yang harus diikuti oleh pembicara agar pidato persuasive dapat menjadi efektif dan untuk mengukur kualitas pembicara. Canons retorika telah digunakan sebagai tuntunan selama lebih dari 2000 tahun. Canons retorika tersebut yaitu :
a. Penemuan (Invention). Didefinisikan sebagai konstruksi atau penyusunan dari suatu argument yang relevan dengan tujuan dari suatu pidato. Dengan kata lain untuk mendapatkan hasil yang efektif pembicara membuat gagasan utama dan kemudian dijelaskan dengan penalaran secara umum untuk menyampaikan isi pidato tersebut. Dalam hal ini perlu adanya integrasi cara berfikir dengan argumen dalam pidato. Oleh karena itu, dengan menggunakan logika dan bukti dalam pidato dapat membuat sebuah pidato menjadi lebih kuat dan persuasive. Hal yang membantu penemuan adalah topic. Topik (topic) adalah bantuan terhadap yang merujuk pada argument yang digunakan oleh pembicara. Para pembicara juga bergantung pada civic space atau metafora yang menyatakan bahwa pembicara memiliki “lokasi-lokasi” dimana terdapat kesempatan untuk membujuk orang lain.
b. Pengaturan (arrangement), berhubungan dengan kemampuan pembicara untuk mengorganisasikan pidatonya. Pidato secara umum harus mengikuti pendekatan yang terdiri atas tiga hal: pengantar (introduction), batang tubuh (body), dan kesimpulan (conclusion). Pengantar merupakan bagian dari strategi organisasi dalam suatu pidato yang cukup menarik perhatian khalayak, menunjukkan hubungan topic dengan khalayak, dan memberikan bahasan singkat mengenai tujuan pembicara. Batang tubuh merupakan bagian dari strategi organisasi dari pidato yang mencakup argument, contoh dan detail penting untuk menyampaikan suatu pemikiran. Kesimpulan atau epilog merupakan bagian dari strategi organisasi dalam pidato yang ditujukan untuk merangkum poin-poin penting yang telah disampaikan pembicara dan untuk menggugah emosi di dalam khalayak.
c. Gaya (style), merupakan canons retorika yang mencakup penggunaan bahasa untuk menyampaikan ide-ide didalam sebuah pidato. Dalam penggunaan bahasa harus menghindari glos (kata-kata yang sudah kuno dalam pidato), akan tetapi lebih dianjurkan menggunakan metafora (majas yang membantu untuk membuat hal yang tidak jelas menjadi lebih mudah dipahami). Penggunaan gaya memastikan bahwa suatu pidato dapat diingat dan bahwa ide-ide dari pembicara diperjelas.
Menurut Cicero sistematika retorika mencakup dua tujuan pokok yang bersifat “susio” (anjuran) dan “dissuasion” (penolakan). Paduan dari dua sifat itu seringkali dijumpai dalam pidato-pidato peradilan di muka senat Romawi di Roma. Pada saat itu tujuan pidato di hadapan pengadilan adalah untuk menyadarkan public tentang hal-hal yang menyangkut kepentingan rakyat. Perundang-undangan negara, dan keputusan-keputusan yang akan diambil. Hal ini, menurut Cicero hanya dapat dicapai dengan menggunakan teknik dissuasion, apabila terdapat kekeliruan atau pelanggaran dalam hubungannya dengan undang-undang, atau suasio jika akan mengajak masyarakat untuk mematuhi perundang-undangan dan keadilan.
Retorika gaya Cicero meliputi tahap-tahap sebagai berikut:
ü  Investio
Investio berarti mencari bahan dan tema yang akan dibahas. Bahan yang telah diperoleh disertai bukti-bukti pada tahap ini dibahas secara singkat dengan menjurus kepada upaya-upaya:
1.      Mendidik
2.      Membangkitkan kepercayaan
3.      Menggerakkan perasaan
ü  Ordo Collocatio
Ordo Collocatio berarti penyusunan pidato. Disini sang orator dituntut kecakapan mengolah kata-kata mengenai aspek-aspek tertentu berdasarkan pilihan mana yang terpenting, penting, kurang penting, dan tidak penting. Dalam hubungan ini susunan pidato secara sistematis terbagi menjadi:
1.      Exordium (pendahuluan)
2.      Narration (pemaparan)
3.      Conformation (peneguhan)
4.      Reputation (pertimbangan)
5.      Peroratio (penutup)
d. Penyampaian (delivery), adalah canons retorika yang merujuk pada presentasi nonverbal dari ide-ide pembicara. Penyampaian biasanya mencakup beberapa perilaku seperti kontak mata, tanda vocal, ejaan, kejelasan pengucapan, dialek, gerak tubuh, dan penampilan fisik. Penyampaian yang efektif mendukung kata-kata pembicara dan membantu mengurangi ketegangan pembicara.
e. Ingatan (memory) adalah kanon retorika yang merujuk pada usaha-usaha pembicara untuk menyimpan informasi untuk sebuah pidato. Dengan ingatan, seseorang pembicara dapat mengetahui apa saja yang akan dikatakan dan kapan mengatakannya.

1 komentar: